Tuesday, June 28, 2011

Co-pas from Revert Muslimah Blog

Almost 5 years she converted to Islam, masyaAllah Jamilah has learned a lot about knowledge of Islam. Below she replied someone's comment (Sara) on her blog, a revert muslimah too. Sara also asked for Jamila's advice about her marriage problem on Islamic view.

  1. Assalamu Alaikum,

    I believe I may also be caught up in a similar mess,
    I'm so confused. I reverted to Islam three years ago, after I married my husband and found out we were expecting.
    I did not want our child to grow up confused or with two religions, I studied and read allot! and in my transition I truly felt I had found the right path. In fact I still believe it. But it is so hard to be a Muslim revert when society does not accept you. Every says "Subhana Allah" and "MashaAllah" & "Alhamdulila" and say how wonderful that I found the right path. They even call me sister. But would they feel the same if I had married into their family? I am a Mexican American born and raised in Chicago as a catholic, I am also divorced with three children prior to my marriage. My children also reverted and are learning Quran and how to live Islamic lives. they are not and have not been confused because I had never taught them religion, until now. My husband is Pakistani, his family does accept me or my children and they are still continuously trying to separate us. Unfortunately my husband has not made his stand with them because he does not want to hurt them anymore, and this I understand. But they unfortunately see it as our marriage being a passing phase for him. I have been mistreated, humiliated, stepped on by his family and friends and now my husband is going astray. How do I continue believing if I am surrounded by hypocrites? How do I raise my children to believe in Islam when we are treated so unfairly? My husband was supposed to be a good role model for my boys and he has failed me and them. I now have two daughters with my husband and yes his family See's them every weekend I sacrifice letting them go knowing I can't even call to check up on them. Now I'm afraid of getting divorced and losing my daughters. It's so hard to come across people who are true and do not put society before religion. How is Islam supposed to spread if if the majority of the people have the mentality of "you can be my sister, but not my daughter"? Why do these Muslim men bring women to Islam than leave them hanging? why are they forgiven but we condemned if we go back to our previous religion? I gave everything up in the name of Islam and have been a very pious wife, I have been very patient, but I have also cried many tears I have prayed for my husbands family despite their actions towards me and now I find myself so confused? How do I raise my children in such a bias society? I truly hope I have not offended you, I speak purely of my life experience's. Your advice would be appreciated. Salaams
    Sara
    Jamilah said...
    Asalamu Alaikum Sarabg

    From your words I can tell that you have a very good understanding of what you believe and understand about Islam. Allah tests those whom he loves, and it seems he loves you very much!

    The issues that are happening with your husband's family are cultural, and it happens a lot in Muslim families that don't listen to the Prophet when he said that no race or nationality is superior over another. Some Muslim parents think still that they get to choose who their child marries, and that is just not the case.

    The only thing I can suggest is to turn to Allah swt, ask for help and guidance for you and for your in-laws. The other thing that usually helps a lot is knowledge. If you have Quran and Sunnah to back yourself up with, no one can argue with you. Start to look for things that will help you explain to your husband what you are going through and have 'back up' from Quran and sunnah to support your points.

    Please sister, don't let this shake your faith in Islam. You are right about it being the true path. All of these road blocks are just there to test you, and I get the feeling you are strong enough to get through it...inshallah.
Just sharing a story I have heard from my good friend, a pakistani lady...she told me about her british female friend, a revert muslimah who married with a pakistani man. First their marriage life was fine, Allah swt blessed them with 5 children masyaAllah...and the wife wore hijab and practiced her obligation as muslimah. She preferred to stay at home for taking care family than doing something useless outside, she performed shalat, did fasting etc... but later on...they decided to divorce because her husband got a bad temperamental and starting to hit his wife and children. Though she was divorced but she didn't want to leave her new religion. She understood that Islam was the right path, she was grateful to Allah for His huda showed through her ex husband. If finally their marriage ended, it was only a part of test from Allah. Alhamdulillah she could passed the test without giving up and stopping worshiping Allah. Otherwise she always tried to increase her faith to Allah by seeking knowledge of Allah through Al Qur'an, As sunnah and scholars, halaqah and sisters & brothers in Islam who helped and supported her...she felt that she got strength from Allah to face tests and trials given by Allah ....masyaAllah...She kept teaching and educating her children in Islamic way in UK. MasyaAllah...laa quwwata illah billah...May Allah give us strength to be istiqomah too...to keep going in the straight path...ameen.

Monday, June 27, 2011

Hadith Arba'in An Nawawi (9)

Hadits 9: Melaksanakan Perintah Sesuai Kemampuan

HADITS KESEMBILAN

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ .

[رواه البخاري ومسلم]

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka.

(Bukhori dan Muslim)

Pelajaran :

1. Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.

2. Siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu laksanakan.

3. Allah tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya.

4. Perkara yang mudah tidak gugur karena perkara yang sulit.

5. Menolak keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan kemaslahatan.

6. Larangan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan bersepakat.

7. Wajib mengikuti Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, ta’at dan menempuh jalan keselamatan dan kesuksesan.

8. Al Hafiz berkata : Dalam hadits ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan.

Media Muslim INFO Project | http://www.mediamuslim.info | Indonesia @ 1428 H / 2007 M

Perayaan Isra’ Mi’raj

Posted: 26 Jun 2011 04:00 PM PDT

Setiap kaum muslimin di negeri ini pasti mengetahui bahwa di bulan ini ada suatu moment yang teramat penting yaitu Isro’ Mi’roj sehingga banyak di antara kaum muslimin turut serta memeriahkannya.Namun apakah benar dalam ajaran Islam, perayaan Isro’ Mi’roj semacam ini memiliki dasar atau tuntunan? Semoga pembahasan kali ini bisa menjawabnya. Allahumma a’in wa yassir.

Sebelum kita menilai apakah merayakan Isro’ Mi’roj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau terlebih dahulu, apakah Isro’ Mi’roj betul terjadi pada bulan Rajab?

Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat kapan terjadinya Isro’ Mi’roj. Ada ulama yang mengatakan pada bulan Rajab. Ada pula yang mengatakan pada bulan Ramadhan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

”Tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan terjadinya Isro’ Mi’roj pada bulan tertentu atau sepuluh hari tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)

Ibnu Rajab mengatakan,

”Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal tersebut tidak ada satu pun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah shahih.”

Abu Syamah mengatakan, ”Sebagian orang menceritakan bahwa Isro’ Mi’roj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta’dil (pengkritik perowi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 274)

Setelah kita mengetahui bahwa penetapan Isro’ Mi’roj sendiri masih diperselisihkan, lalu bagaimanakah hukum merayakannya?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

”Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isro’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isro’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isro’ tersebut.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)

Begitu pula Syaikhul Islam mengatakan,

“Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu idul fithri dan idul adha, pen) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab (perayaan Isro’ Mi’roj), hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan Idul Abror (ketupat lebaran)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa, 25/298)

Ibnul Haaj mengatakan, ”Di antara ajaran yang tidak ada tuntunan yang diada-adakan di bulan Rajab adalah perayaan malam Isro’ Mi’roj pada tanggal 27 Rajab.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 275)

Demikian pembahasan seputar perayaan Isro’ Mi’roj yang biasa dimeriahkan di bulan Rajab.

Semoga bisa memberikan pencerahan bagi pembaca muslim.or.id sekalian. Hanya Allah yang memberi taufik.

Baca tentang amalan di bulan Rajab lainnya di sini.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id

Sunday, June 26, 2011

Sheikh Salah Bukhatir-Surah Al-Isra (ONE OF HIS BEST)

Hadith Arba'in An Nawawi (8)

HADITS KEDELAPAN

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءُهُمْ وَأَمْوَالُـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ

[رواه البخاري ومسلم ]

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah Subhanahu wata’ala.

(Riwayat Bukhori dan Muslim)

Catatan :

Hadits ini secara praktis dialami zaman kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq, sejumlah rakyatnya ada yang kembali kafir. Maka Abu Bakar bertekad memerangi mereka termasuk di antaranya mereka yang menolak membayar zakat. Maka Umar bin Khottob menegurnya seraya berkata : “ Bagaimana kamu akan memerangi mereka yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah sedangkan Rasulullah telah bersabda : Aku diperintahkan…..(seperti hadits diatas)” . Maka berkatalah Abu Bakar : “Sesungguhnya zakat adalah haknya harta”, hingga akhirnya Umar menerima dan ikut bersamanya memerangi mereka.

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :

1. Maklumat peperangan kepada mereka yang musyrik hingga mereka selamat.

2. Diperbolehkannya membunuh orang yang mengingkari shalat dan memerangi mereka yang menolak membayar zakat.

3. Tidak diperbolehkan berlaku sewenang-wenang terhadap harta dan darah kaum muslimin.

4. Diperbolehkannya hukuman mati bagi setiap muslim jika dia melakukan perbuatan yang menuntut dijatuhkannya hukuman seperti itu seperti : Berzina bagi orang yang sudah menikah (muhshan), membunuh orang lain dengan sengaja dan meninggalkan agamanya dan jamaahnya .

5. Dalam hadits ini terdapat jawaban bagi kalangan murji’ah yang mengira bahwa iman tidak membutuhkan amal perbuatan.

6. Tidak mengkafirkan pelaku bid’ah yang menyatakan keesaan Allah dan menjalankan syari’atnya.

7. Didalamnya terdapat dalil bahwa diterimanya amal yang zhahir dan menghukumi berdasarkan sesuatu yang zhahir sementara yang tersembunyi dilimpahkan kepada Allah.

Media Muslim INFO Project | http://www.mediamuslim.info | Indonesia @ 1428 H / 2007 M

Saturday, June 25, 2011

MENJAGA KEHORMATAN, MENJAUHI PERKARA MERAGUKAN [1]

http://almanhaj.or.id/content/3103/slash/0

عَنْ أبي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ الله
ُعَنْهُمَا، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: ((إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ، وَإِنَّ الْحَرَامَ
بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ
النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ، اِسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ
وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ،
كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ،
أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَى، أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ
مَحَارِمُهُ، أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ
صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ،
أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ)). رواه البخاري ومسلم.

Dari Abu Abdillah an Nu'man bin Basyir Radhiyallahu 'anhuma, beliau
berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu
jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (samar,
belum jelas) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Maka
barangsiapa yang menjaga (dirinya) dari syubhat, ia telah berlepas
diri (demi keselamatan) agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang
terjerumus ke dalam syubhat, ia pun terjerumus ke dalam (hal-hal yang)
haram. Bagaikan seorang penggembala yang menggembalakan hewan
ternaknya di sekitar kawasan terlarang, maka hampir-hampir
(dikhawatirkan) akan memasukinya. Ketahuilah, sesungguhnya setiap
penguasa (raja) memiliki kawasan terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya
kawasan terlarang Allah adalah hal-hal yang diharamkanNya. Ketahuilah,
sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila segumpal
daging tersebut baik, (maka) baiklah seluruh tubuhnya. Dan apabila
segumpal daging tersebut buruk, (maka) buruklah seluruh tubuhnya.
Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati". [HR al Bukhari dan
Muslim].

MAKNA HADITS
Sabdanya: إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ، وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ
وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ
[Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas, dan di
antara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (samar, belum jelas)
yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang], mengandung pengertian
bahwa segala sesuatu itu terbagi menjadi tiga.

Pertama : Sesuatu yang jelas halalnya, seperti biji-bijian,
buah-buahan, hewan-hewan ternak. Semua itu halal, jika mendapatkannya
tidak dengan cara yang haram.

Kedua : Sesuatu yang jelas haramnya, seperti meminum khamr (minuman
keras memabukkan), memakan bangkai, menikahi wanita-wanita yang
mahram.

Dua hal tersebut diketahui, baik oleh orang-orang khusus (para ulama)
ataupun orang kebanyakan.

Ketiga : Perkara-perkara syubhat (samar) yang berkisar antara yang
halal dan haram. Ia tidak termasuk hal-hal yang jelas kehalalannya,
dan begitu pula termasuk tidak jelas keharamannya. Perkara syubhat
inilah yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang, namun hanya
diketahui oleh sebagian saja.

Sabdanya:

فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ، اِسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ،
وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي
يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ
لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَى، أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ

[Maka barangsiapa yang menjaga (dirinya) dari syubhat, ia telah
berlepas diri (demi keselamatan) agama dan kehormatannya. Dan
barangsiapa yang terjerumus ke dalam syubhat, ia pun terjerumus ke
dalam (hal-hal yang) haram. Bagaikan seorang penggembala yang
menggembalakan hewan ternaknya di sekitar kawasan terlarang, maka
hampir-hampir (dikhawatirkan) akan memasukinya. Ketahuilah,
sesungguhnya setiap penguasa (raja) memiliki kawasan terlarang.
Ketahuilah, sesungguhnya kawasan terlarang Allah adalah hal-hal yang
diharamkanNya].

Pengertian ini, kembalinya kepada bagian yang ketiga, yaitu
perkara-perkara syubhat. Maka, hendaknya seseorang menjauhinya. Karena
pada hal demikian ini terdapat keselamatan bagi agamanya yang
urusannya berkaitan antara dirinya dengan Allah. Juga terdapat
keselamatan bagi kehormatannya, yang hubungannya antara ia dengan
orang lain. Sehingga, tidak ada celah dan kesempatan bagi orang lain
untuk mencelanya.

Namun, jika seseorang menganggap remeh perkara-perkara syubhat ini,
maka ia pun mungkin akan terjerumus ke dalam perbuatan yang jelas
keharamannya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan
sebuah perumpamaan, bagaikan seorang penggembala yang menggembalakan
hewan ternaknya di sekitar kawasan terlarang, sehinga apabila ia jauh
dari kawasan terlarang tersebut, maka ia akan selamat dalam
menggembalakan hewan-hewan ternaknya. Namun, jika dekat-dekat dengan
kawasan terlarang, maka dikhawatirkan akan memasukinya beserta
hewan-hewan ternaknya, sedangkan ia tidak menyadarinya.

Yang dimaksud dengan الحِمَى (al hima), adalah lahan atau kawasan
(khusus) yang subur, (yang biasanya) dijaga oleh para penguasa (raja).
Mereka melarang orang lain mendekatinya. Maka, orang yang
mengembalakan hewan-hewan ternaknya, ia sudah sangat dekat, dan
hampir-hampir memasukinya, sehingga dapat membahayakan dirinya, karena
ia akan dihukum. Adapun kawasan terlarang Allah, ialah perkara-perkara
yang diharamkan olehNya. Maka menjadi kewajiban bagi setiap orang
untuk menjauhinya. Sehingga, begitu pula wajib bagi seseorang agar
menjauhi perkara-perkara syubhat, yang bisa mengantarkannya kepada
perbuatan haram.

Sabdanya:

أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ
كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ
الْقَلْبُ

[Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging.
Apabila segumpal daging tersebut baik, (maka) baiklah seluruh
tubuhnya. Dan apabila segumpal daging tersebut buruk, (maka) buruklah
seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati].

المُضْغَة adalah sepotong daging dengan ukuran yang dapat dikunyah.
Hal ini mengandung penjelasan, betapa agung kedudukan hati dalam tubuh
ini. Sebagaimana juga mengandung penjelasan bahwa hati adalah penguasa
seluruh anggota tubuh. Baiknya seluruh anggota tubuh, bergantung pada
baiknya hati. Begitu pula rusaknya anggota tubuh, bergantung pada
rusaknya hati.

An Nawawi berkata: Sabdanya وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي
الْحَرَامِ , mengandung dua makna (perkara). Pertama. Seseorang
terjerumus ke dalam perkara yang haram, namun ia mengira perihal itu
tidak haram. Kedua. Seseorang mendekati (hampir-hampir) terjerumus ke
dalam perkara haram.

Hal ini, seperti perkataan المَعَاصِي بَرِيْدُ الْكُفْرِ
(maksiat-maksiat mengantarkan kepada kekafiran), karena jika seseorang
terjatuh kepada perbuatan menyimpang (maksiat), maka ia secara
bertahap akan berpindah kepada kerusakan (maksiat) yang lebih besar
dari yang semula. Telah diisyaratkan oleh ayat:

وَيَقْتُلُونَ الْأَنبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ۚذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا
وَّكَانُوا يَعْتَدُونَ

(…dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu
disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. - Ali 'Imran/3 ayat
112) maksudnya, mereka berbuat maksiat secara bertahap, sampai
akhirnya pada tahapan membunuh para nabi.

Tersebut dalam sebuat hadits:

لَعَنَ الله ُالسَّارِقُ، يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ،
وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ

(Allah melaknat pencuri, ia mencuri sebutir telur lalu dipotong
tangannya. Dia pun mencuri seutas tali lalu dipotong tangannya. -HR al
Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu - maksudnya,
ia bertahap dalam mencuri, mulai dari mencuri sebutir telur, lalu
seutas tali, dan seterusnya, dan seterusnya.

PERAWI HADITS
An Nu'man bin Basyir Radhiyallahu 'anhuma termasuk para sahabat kecil.
Tatkala Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, umur beliau
baru mencapai delapan tahun.

Dalam periwayatan hadits ini, ia telah berkata: سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ (Aku telah mendengar
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda).

Hal ini menunjukkan sahnya periwayatan anak kecil mumayyiz. Yaitu yang
sudah bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk). Segala sesuatu
yang ia dengar (dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) pada
masa kecilnya, lalu ia sampaikan tatkala sudah dewasa, maka diterima.
Demikian halnya orang kafir yang mendengar pada saat ia kafir, maka
(juga diterima) jika ia menyampaikannya tatkala ia muslim.

BEBERAPA FAIDAH & PELAJARAN HADITS
1. Penjelasan bahwa segala sesuatu dalam syariat ini terbagi dalam
tiga bagian : halal yang jelas, haram yang jelas, dan perkara yang
masih samar kehalalan maupun keharamannya (syubhat).
2. Perkara yang syubhat ini tidak diketahui oleh kebanyakan orang,
tetapi hanya diketahui oleh sebagian mereka saja, baik menyangkut
hukumnya maupun dalilnya.
3. Keharusan meninggalkan perkara yang syubhat, sampai (benar-benar)
diketahui kehalalannya.
4. Perumpamaan digunakan untuk memahami perkara yang abstrak kepada
perkara yang konkrit.
5. Sesungguhnya, jika seseorang terjatuh ke dalam perkara syubhat,
maka ia akan mudah meremehkan perkara-perkara yang jelas (haramnya).
6. Penjelasan mengenai agungnya kedudukan hati, dan seluruh anggota
tubuh mengikutinya. Seluruh anggota tubuh akan baik jika hatinya baik,
dan akan buruk jika hatinya buruk.
7. Sesungguhnya kerusakan lahir (seseorang) menunjukkan kerusakan batinnya.
8. Berhati-hati (dan menjuhi diri) dari perkara-perkara syubhat
merupakan penjagaan diri terhadap agama seseorang dari kekurangan, dan
penjagaan terhadap harga dirinya dari celaan-celaan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun X/1427H/2006M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

Masalah TKI wanita lagi...

Saya kutip statement seorang pengusaha pengerah TKI di bawah ini:

Dengan tambahan berbagai syarat ini, rencana menutup pengiriman TKI ke Arab saudi dianggap tidak adil dan merugikan TKI, seperti dikatakan oleh pengusaha pengerah TKI yang juga ketua Gabungan Pengusaha dan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia, Sisfery.


Menurut pendapat saya:

Justru adil bagi wanita yang harus dilindungi, dicukupi kebutuhannya oleh suami kalau nafkah suami tidak mencukupi hiduplah qona'ah membantu suami sesuai syari'i, tidak meninggalkan suami atau bepergian tanpa mahram. Kalau wanita tsb janda dengan anak, kewajiban pamannya, saudara laki-lakinya untuk mengurus wanita tersebut kalau kerabatnya juga miskin, maka orang yang diberi kelebihan rezeki oleh Allah untuk mengeluarkan zakatnya atau bersedekah pada kaum yang membutuhkan seperti janda-janda miskin beserta anak-anak yatim. Poligami bagi janda-janda miskin dan anak yatim untuk dinafkahi, dilindungi dan diberikan ilmu agama & dunia, dalam hal ini sifatnya mulia. Dan bersabarlah, sesungguhnya sifat manusia tergesa-gesa. InsyaAllah jika kita di jalan Allah, di jalan yang benar maka Allah janjikan sesudah kesulitan ada kemudahan.

Anak-anak di bawah umur janganlah dikorbankan untuk menjadi tulang punggung keluarga, apalagi jika orangtuanya yang malas. Mereka menikmati jerih payah anaknya, membangun rumah, bisa membeli barang-barang elektronik, sementara anak gadisnya yang tengah bekerja sebagai PRT menerima pelecehan seksual oleh majikan laki-lakinya (saya pernah menemukan kasus seperti ini). Saya sering menemui TKI wanita yg memilih bekerja sbg PRT di luar negeri karena pelarian dari masalahnya, perceraian, ditinggal suami kawin lagi misalnya...mereka dalam keadaan labil...pendidikan agama, pembinaan mental dan ilmu yang bermanfaat bagi mereka jauh lebih penting daripada membawa mereka safar jauh tanpa mahram, berbahaya. Tetapi pencari2 calon TKI ini memanfaatkan kesempatan, mengambil kesempatan dalam kesempitan utk kepentingan dunia, bukan semata2 kepentingan ummat. Setelah uang didapat perusahan pengerah TKI, agent dan pihak2 terkait melepas mereka begitu saja sementara wanita2 ini kebanyakan lemah dan bodoh, kemampuan kerja mereka kadang nol besar. Minimal bikin kesal majikan yang telah keluar uang banyak (utk perusahaan TKI, agent dll) sedang hasil kerja pembantu tdk sesuai harapan. Jika mereka mendapat siksaan, ...para pengeruk keuntungan itu lepas tangan. Adilkah ini bagi para makhluh lemah yang seharusnya dilindungi, diberi pendidikan terutama agama termasuk adab2 karena kurangnya pendidikan, tingkah laku mereka memalukan diri dan bangsa di luar negeri. Jika wanita tidak dididik dengan baik malah dijadikan pekerja mencari nafkah utk keluarga (keluar dari fitrahnya) akan banyak kerusakan dimuka bumi. Siapa yang mesti mendidik wanita yang lebih lemah, siapa saja yang diberi kelebihan ilmu, waktu insyaAllah bisa...bukankah (para ibu RT yang dirahmati Allah Ta'ala) mampu mengikuti kegiatan arisan, shopping dll? Yuk kita bersama-sama ikhtiar dan berdoa untuk saudari-saudari kita yg lemah harta & ilmu...walaupun hanya Allah semata yang menentukan segalanya.

"Kalau mau dihentikan, lalu mau dikemanakan para calon TKW itu? Karena paling tidak 35.000 orang TKW dikirimkan ke Timur Tengah tiap bulan."

Mereka tetap dirumahnya masing2.Hidup dengan pola sederhana, jauhi komersial.Pemerintah perbaikilah program2 TV yang merusah akhlak, mengajak orang pada hal-hal yang materialistis, konsumtif dsb. Sektor pendidikan makin ditingkatkan dan dimudahkan agar anak-anak miskin bisa sekolah dan mereka tidak diberatkan biaya pendidikan. Wanita di rumah, mengurus suami dan anak-anak sebagai ibadah. Mereka boleh berbagi manfaat kepada ummat atau masyarakat sebatas kemampuan dan sesuai syar'i, membantu suami mencari nafkah yang sesuai fitrahnya sebagai wanita. Tanamkan pada mereka sifat tawakal kepada Allah. Yang memberi rejeki adalah Allah bukan para majikan di Timur Tengah.

Seorang TKW datang menemui saya,"Bu, saya mau pamit pulang. Suami sudah tdk mengijinkan saya kerja lagi. Majikan berjanji akan menaikkan gaji saya tapi saya memilih nurut suami. Biarlah suami saya ngebecak, makan ora makan ya penting ngumpul sama keluarga." MasyaAllah, saya terharu mendengarnya. Begitu taatnya ia pada Allah, pada suaminya dan tawakal. Semoga Allah mencukupkan rezekinya serta keluarganya...amiin.

"Kalau dihitung efek gandanya, maka satu TKW berarti menghidupi enam orang. Lain lagi kalau mereka bisa mengirimkan uang lebih ke kampung dan membuat bisnis, itu malah lebih banyak lagi yang bisa diuntungkan," kata Sisfery.

Orang lain yang diuntungkan sementara TKW yang dikorbankan. Mereka dijadikan sapi perah. Alhamdulillah jika berhasil dan bermanfaat bagi keluarganya di kampung tapi kalau banyak juga yang disiksa, dibunuh, diperkosa, hingga dipenjara, dihukum mati...pengiriman TKW bukanlah solusi tepat. Kenapa wanita-wanita ini yang dikorbankan untuk menunjang bisnis, kesenangan dunia orang-orang lain..bahkan saya pernah mendengar keluh kesah TKW bahwa bisnis yang dikelola keluarganya di kampung mengalami kerugian alias bangkrut karena pengelola profesional dan kurang paham bgm jerih payah TKW mencari uang, juga kisah suami TKW yang mengijinkannya memperpanjang kontrak kerja ternyata menikah lagi, hidup bersama istri baru di rumah yang dibangun dari jerih payahnya sebagai pembantu. Kemudian anak-anaknya broken home dan ada yang kabur dari rumah...bukan sekedar bisnis yang berantakan tapi anak-anak pun menjadi rusak...miris mendengarnya.

"Jangan hanya memikirkan langkah populis saja," tambahnya.Indonesia juga sempat menyetop pengiriman tenaga kerjanya ke Malaysia akibat banyaknya kasus penganiayaan, namun pemberangkatan ilegal ke negara jiran itu terus berlangsung.

Ini karena terus-menerusnyanya pelaku pembangkangan aturan dan pengeruk keuntungan berkedok sebagai malaikat penolong. Seandainya kita berpikir jernih dan maju, penyetopan ini demi menegakkan syariah Islam. Memahami haram, halal, syubhat, pertimbangan manfaat dan mudharat.... Jika niat kita baik InsyaAllah segalanya akan dimudahkan Allah. InsyaAllah meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Kemiskinan memang cobaan/ujian tapi Allah akan membuka pintu-pintu rejeki bagi hamba-hamba-Nya yang bertakwa dalam menghadapi segala cobaan/ujian-Nya, dari pintu-pintu-Nya yang tidak disangka-sangka..

Menurut catatan pemerintah, sekitar 3,2 juta WNI kini menjadi pekerja di negara asing, terbesar di Malaysia dan Arab Saudi.

Memang membuat suatu perubahan tdk semudah membalikkan telapak tangan tapi kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita sendiri yang merubah nasib para wanita dalam bangsa kita...siapa lagi? Bukankah Allah menghendaki kita untuk berusaha di jalan yang diridhoi-Nya, yakinlah diiringin niat karena ketaatan pada Allah, maka Allah akan menolong kita.Semoga...amiin...Wallahu a'lam.


Wednesday, June 22, 2011

Siapakah Musuh Kita?



Pada kesempatan yang penuh barakah ini, kami wasiatkan kepada diri kami sendiri juga kepada segenap jama’ah kaum muslimin, agar senantiasa bertaqwa kepada Alloh Ta’ala. Marilah kita mengindahkan perintah Alloh Ta’ala dan Rasul-Nya dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauh dari segala larangan-Nya, karena semua itu merupakan urgensi dari ketaqwaan. Dengan ketaqwaan, Alloh akan memberikan keselamatan di dunia dan di akhirat; di dunia memperoleh kebahagiaan walaupun hidup sederhana, di akhirat memperoleh warisan surga.

Kita memahami, fitrah manusia itu dapat mengetahui dan mengenal kebenaran, serta menjauhi dan menghindari kebathilan. Namun bukan berarti bahwa mengamalkan al haq atau menghindari kebathilan adalah sesuatu yang mudah.

Ada beberapa rintangan dan hambatan yang menjadi ujian. Ada musuh yang selalu menghalangi dari jalan al haq. Dan sebaliknya ada musuh yang selalu berusaha membimbing ke arah yang bathil.

Musuh-musuh ini memberikan gambaran tentang kebenaran dengan gambaran yang tidak menyenangkan dan menjijikkan. Sebaliknya memoles perbuatan dosa dengan sesuatu yang menyenangkan, membahagiakan dan penuh dengan kenikmatan. Akhirnya banyak orang yang terpedaya, meninggalkan jalan yang benar dan mengikuti jalan yang bathil, na’udzubillahi mindzalik.

Karenanya, wahai saudara-saudaraku, kita perlu mengetahui musuh-musuh kita, agar dapat bersikap. Musuh tetaplah musuh, yang harus kita musuhi dan kita perangi. Bukan malah menjadikan mereka sebagai teman, apalagi sebagai pembimbing. Siapakah musuh-musuh yang selalu berusaha mengajak manusia kepada perbuatan batil dan keliru?

Jama’ah jum’ah yang dirahmati Allah Ta’ala

Musuh yang pertama adalah setan. Tidaklah ada tujuan setan kecuali menyesatkan manusia dari jalan kebenaran. Ialah yang telah mengeluarkan Adam alaihissalam dari jannah. Dan ia bersumpah akan menyesatkan manusia dari kebenaran, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16) ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

Iblis menjawab: "Karena Engkau Telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). [ Al A’rof : 16 – 17 ].

Sumpah ini tidak main-main. Betapa banyak manusia yang menjadi pengikut setan dan menjadi wali-walinya di bumi. Mereka membuat kerusakan di bumi dengan berbagai perbuatan syirik dan kemaksiatan. Mereka selalu mengajak manusia untuk memenuhi jalan-jalan menuju neraka. Sebaliknya, mereka menghalang-halangi manusia dari jalan kebenaran dan jalan menuju jannah-Nya. Allah Ta’ala juga sudah memperingatkan kita tentang syaitan dalam ayat-Nya :

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوّاً إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ [فاطر : 6]

Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), Karena Sesungguhnya syaitan-syaitan itu Hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala

Setan ada dua jenis. Setan yang berbentuk jin dan setan yang berbentuk manusia. Jika setan yang berbentuk jin mempengaruhi manusia lewat jalan darah, maka setan berbentuk manusia lebih berbahaya dengan mempengaruhi manusia lewat hal-hal yang nyata sehingga sedikit dari manusia yang selamat darinya.

Ada cara yang diajarkan oleh islam dalam melawan syetan. Diantaranya adalah dengan tawakkal, meninggalkan maksiat, serta senantiasa dzikrullah dengan qiroatul qur’an dan do’a-doa harian. Sedangkan setan yang berbentuk mansia, kita harus jauhi majlis-majlis mereka, nahyu munkar terhadap mereka dan bahkan menggunakan kekuatan jika diperlukan untuk menghentakan berbagai kemaksiatan dan kesyirikan yang mereka lakukan.

Jama’ah jum’ah yang rahmati Allah Ta’ala

Musuh manusia yang kedua, adalah nafsu yang senantiasa mengajak kepada keburukan. Hawa nafsu ini cenderung kepada kebathilan, menghalangi manusia agar tidak menerima kebenaran dan tidak mengamalkannya. Jika jiwa ini muthmainnah (tenang dalam kebenaran), lebih mengutamakan yang hak, maka dia akan membimbing manusia ke arah yang benar dan berjalan di atas jalan keselamatan.

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam memberikan sebuah standart keimanan yang lurus hingga dapat menundukkan hawa nafsunya. Beliau bersabda :

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga hawa nafsunya tunduk kepada apa yang telah aku sampaikan”. [ Arba’in an nawawiyah hadist yang ke 41 ].

Yang lebih parah lagi adalah menjadikan hawa nafsu ini sebagai ilah, yaitu menjadikan hawa nafsu sebagai sesembahan selain Allah. Disebutkan dalam firman Allah:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah Telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? [ Al Jatsiyah : 23 ]

Ibnu Katsir menjelaskan : Yang memerintahkan ia hanyalah hawa nafsunya. Sesuatu itu dianggap baik jika hawa nafsunya menganggap baik sehingga ia kerjakan. Sebaliknya, sesuatu dianggap jelek jika hawa nafsunya menganggap jelek sehingga ia tinggalkan. [ tafsir Ibnu Katsir pada ayat tersebut ].

Seseorang yang selalu memperturutkan segala keinginannya, ia tidak akan peduli dengan akibat buruknya. Dalam sebuah atsar diriwayatkan, di bawah kolong langit ini, tidak ada yang lebih jelek dibandingkan hawa nafsu yang diperturutkan.

Adapun musuh manusia yang ketiga adalah gemerlap dunia, kenikmatan dan hiasannya. Keindahan dunia dan berbagai kenikmatan semunya, telah menipu banyak orang, membuat manusia lupa kepada tujuan hidupnya yang hakiki. Padahal kehidupan akhirat dan segala isinya jauh lebih baik dibandingkan dengan kehidupan dunia yang fana.

Bahkan Rasulullah sallallahu alaihiwasallam lebih takut jika ummatnya nanti dibukakan berbagai pintu-pintu dunia dibandingkan jika ummat beliau ditimpa kemiskinan. Beliau bersabda :

مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ

Tidaklah kefakiran aku takutkan atas kalian. Akan tetapi yang aku takutkan jika dibukakan atas kalian dunia sebagaimana telah dibukakan terhadap orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian berlomba-lomba terhadapnya sebagaimana mereka berlomba-lomba terhadapnya, dan kalian celaka sebagaimana mereka telah celaka. [ HR. Bukhori Muslim ].

Betapa banyak orang yang tertipu terhadap dunia. Mereka menjadi hamba dunia sehingga lalai terhadap kewajiban-kewajiban yang telah Allah Ta’ala perintahkan pada kepadanya. Tidaklah ia berbuat kecuali hanya karena dunia. Sungguh ini adalah kecelakaan yang besar.

Jama’ah jum’ah yang rahmati Allah Ta’ala

Demikian beberapa musuh yang sering menghalangi manusia untuk melaksanakan kataatan. Semoga Allah melindungi kita semua dari semua makar dan tipu daya yang menyesatkan.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْم

KHUTBAH KEDUA

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَسَلّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

Jika musuh-musuh bisa menguasai diri seorang manusia, maka dampak yang terlihat adalah tidak semangat dalam melakukan ketaatan. Dan sebaliknya, ia justru semangat dan tidak takut melakukan perbuatan maksiat. Lebih parah lagi jika bangga menjadi ahli maksiat.

Meski begitu, Allah subhanahu wa ta’ala tidak membiarkan para hamba-Nya untuk menghadapi musuhnya seorang diri. Allah subhanahu wa ta’ala berjanji akan menolong manusia dalam menghadapi musuh-musuhnya. Allah memerintahkan kepada kita agar memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, serta memerintahkan manusia agar memohon pertolongan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dalam melakukan amalan yang susah atau berat baginya.

Semoga Allah senantiasa menolong kita dalam menghadapi godaan musuh-musuh, yang senantiasa menghalangi manusia dari jalan ketaatan. Dan semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang ikhlas, dalam menegakkan kebenaran ini, dan senantiasa mengikuti petunjuk Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam. [ Amru ]

http://www.an-najah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=191:siapakah-musuh-kita&catid=60:masud&Itemid=106

Hadith Arba'in An Nawawi (7)

Hadits 7: Agama Adalah Nasihat

HADITS KETUJUH

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْم الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ .

[رواه البخاري ومسلم]

Dari Abu Ruqoyah Tamim Ad Daari radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Agama adalah nasehat, kami berkata : Kepada siapa ? beliau bersabda : Kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada pemimpan kaum muslimin dan rakyatnya.

(Riwayat Bukhori dan Muslim)

Pelajaran :

1. Agama Islam berdiri tegak diatas upaya saling menasihati, maka harus selalu saling menasihati diantara masing-masing individu muslim.

2. Nasihat wajib dilakukan sesuai kemampuannya.

Media Muslim INFO Project | http://www.mediamuslim.info | Indonesia @ 1428 H / 2007 M

Pengajian TKW


Hari ini adalah pengajian terakhir bersama TKW sebelum liburan panjang...summer vacation anak-anak...InsyaAllah kedua bibi yang bekerja bersama kedua temanku (keluarga Indonesia) akan diajak berlibur ke Indonesia hingga mereka bisa mengunjungi keluarga sekaligus beribadah puasa dan berhari raya bersama keluarga di kampung halaman. Seorang lagi, InsyaAllah akan diajak majikannya yang orang Saudi ke Thaif, daerah darimana si majikan tersebut berasal. Aku dan juga mbak Diana insyaAllah akan liburan ke Jakarta. InsyaAllah aku dan anak-anak akan menjalani bulan Ramadan hingga iedul Fitri bersama orang tua dan kerabat di sana...sayang...suamiku tidak bisa ikut pulang kali ini...semoga Allah menjaga dia, dan juga aku bersama anak-anak yang akan terpisah beberapa waktu...amiin.

Sambil menunggu kehadiran mbak Diana yang biasa membimbing mereka sekaligus saya, saya ajak mbak-mbak melanjutkan membaca surah An Nisa ayat 117-121. Kami juga membaca terjemahannya dan begitu mbak Diana datang, mbak Diana menjelaskan maknanya serta tafsirannya berdasarkan tafsir Ibnu Katsir. Saya kutipkan terjemahan ayat-ayat tersebut disini:

117. yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala[349], dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka,

118. yang dila'nati Allah dan syaitan itu mengatakan: "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya)[350],

119. dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya[351], dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya[352]". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.

120. syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, Padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.

121. mereka itu tempatnya Jahannam dan mereka tidak memperoleh tempat lari dari padanya.

Mbak Diana mencoba menghubungkan cerita seorang mbak yang belakangan ini kerap melamun memikirkan anaknya di kampung. Melamun adalah jalan masuknya syeitan. Karenanya dalam keadaan apa pun entah sedang mencuci, memasak, menyetrika sebaiknya kita selalu berdzikir, bertasbih...agar syeitan tidak membangkitkan angan-angan kosong, mengajak kepada hal-hal yang menyesatkan dan merugikan. Syeitan kerap menggoda wanita yang sedang haid, karenanya dalam keadaan ini perbanyak dzikir (pagi & petang), membaca ayat kursi sebagai penjagaan dari ajakan syeitan yang mengajak berbuat keji, sebab wanita mens tidak diperkenankan shalat. Sedangkan shalat itu mencegah dari perbuatan keji....

Lalu mbak Diana mengajak kami membuka surah Al Mu'minun ayat 1-11...inilah kunci-kunci untuk membuka pintu surga Firdaus. Tips yang mudah diucapkan atau dibaca tapi membutuhkan azzam dan ikhtiar keras serta hati yang ikhlas dalam mengamalkannya hanya mengharap ridho Allah semata....Berati tidak semudah ucapan dan bacaan...semoga Allah memberi kemudahan hamba-hamba-Nya dalam mengamalkan 11 tips utk memasuki surga Firdaus, surga tertinggi yang letaknya dibawah Arasy Allah Ta'ala. MasyaAllah, begitu besar janji Allah kepada mereka yang mampu mengamalkannya dan kekal di dalam surga Firdaus itu....

1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,

3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,

4. dan orang-orang yang menunaikan zakat,

5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,

6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki[994]; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.

7. Barangsiapa mencari yang di balik itu[995] Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.

8. dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.

9. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.

10. mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi,

11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.

[994] Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. dalam peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan ini bukanlah suatu yang diwajibkan. imam boleh melarang kebiasaan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.

[995] Maksudnya: zina, homoseksual, dan sebagainya.


Rasanya sedih juga meninggalkan majelis taklim di masjid ini....tempat dimana kami mengkaji ilmu dinul Islam. Selain mbak Diana ada Dyah yang bergantian membimbing mereka...sebelum mbak Diana bergabung...kadang saya yang menggantikan Dyah jika Dyah berhalangan tapi ilmu agama saya belum mumpuni makanya saya menggandeng mbak Diana...Biarlah saya berkontribusi sebagai supir, mengantar jemput wanita-wanita yang biasa membantu dalam rumah tangga ini...biarlah dengan kemampuan saya yang terbatas ini melayani mereka...tamu-tamu Allah dalam masjid (tempat beribadah pada Allah) walau hanya dengan sebotol air mineral. Tidak terasa sudah hampir dua tahun pengajian TKW berjalan, sebelumnya kuranglebih ada 8 orang tapi satu demi satu mereka pergi, tigak kembali ke tanah air, seorang pindah mengikuti majikannya ke camp lain, dan seorang dilarang majikannya untuk mengaji lagi. Ya Allah, jadikanlah Al Qur'an penyejuk hati mereka yang memilih berjuang mencari nafkah ke luar negeri...yang harus meninggalkan suami dan anak-anak di kampung...yang telah melanggar hukum-Mu bepergian tanpa mahram...Yaa Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang semoga pengajian ini menjadi pencerahan bagi mereka...lindungilah mereka dan berikanlah yang terbaik untuk mereka di dunia dan akherat...amiin.


Maafkan Ibu, Nak

http://masaguz.com/diary/cerita/maafkan-ibu-bidadari-kecilku/

Malam belum seberapa tua, mata anak sulungku belum juga bisa dipejamkan. Beberapa buku telah habis kubacakan hingga aku merasa semakin lelah. “Kamu tidur donk Dila, Ibu capek nih baca buku terus, kamunya nggak tidur-tidur,” pintaku .

Ditatapnya dalam wajahku, lalu kedua tangannya yang lembut membelai pipiku. Dan, oh Subhanallah, kehangatan terasa merasuki tubuhku ketika tanpa berkata-kata diciumnya kedua pipiku. Tak lama, ia minta diantarkan pipis dan gosok gigi. Ia tertidur kemudian, sebelumnya diucapkannya salam dan maafnya untukku. “Maafin kakak ya Bu. Selamat tidur,” ujarnya lembut.

Kebiasaan itulah yang berlaku dikeluarga kami sebelum tidur. Aku menghela nafas panjang sambil kuperhatikan si sulung yang kini telah beranjak sembilan tahun. Itu artinya telah sepuluh tahun usia pernikahan kami. Dentang waktu didinding telah beranjak menuju tengah malam.

Setengah duabelas lewat lima ketika terdengar dua ketukan di pintu. Itu ciri khas suamiku. Seperti katanya barusan ditelepon, bahwa ia pulang terlambat karena ada urusan penting yang tak bisa ditunda besok.Suamiku terkasih sudah dimuka pintu. Cepat kubukakan pintu setelah sebelumnya menjawab salam. “Anak-anak sudah tidur?” Pertanyaan itu yang terlontar setelah ia bersih-bersih danmenghirup air hangat yang aku suguhkan. “Sudah,” jawabku singkat.
“Kamu capek sekali kelihatannya. Dila baik-baik saja?” Aku menggangguk. “Aku memang capek. Tapi aku bahagia sekali, bahkan aku pingin seperti ini seterusnya.” Lelaki berusia tiga puluh lima tahun itu menatapku dengan sedikit bingung. “Akan selalu ada do’a untukmu, karena keikhlasanmu mengurus anak-anak dan suami tentunya. Dan aku akan minta pada Allah untuk memberimu pahala yang banyak,” hiburnya kemudian.

Aku tahu betapa ia penasaran ingin tahu apa yang hendak aku katakan, tapi ia tak mau memaksaku untuk bercerita. Tak sanggup aku menahan gejolak perasaan dalam dada yang
sepertinya hendak meledak. Kurangkul erat tubuhnya. “Maafkan aku mas,” bisikku dalam hati.
Pagi ini udara begitu cerah. Dila, sulungku yang semalam tidur paling akhir menjadi anak yang lebih dulu bangun pagi. Bahkan ia membangunkan kami untuk sholat subuh bersama. Mandi pagipun tanpa dikomandoi lagi. Dibantunya sang adik, Helmi, memakai celana. Dila memang telah trampil membantuku mengurus adiknya. Tak hanya itu, menyapu halamanpun ia lakukan. Tapi itu dengan catatan, kalau ia sedang benar-benar ingin melakukannya. Kalau “angot” nya datang, wah, wah, wah.

Inilah yang ingin aku ceritakan. Dila kerap marah berlebihan tanpa sebab yang jelas, sampai membanting benda-benda didekatnya, menggulingkan badan dilantai dan memaki dengan
kata-kata kotor. Memang aku pernah melakukan suatu kesalahan saat aku kesal
menghadapi ulahnya. Saking tak tertahannya kesalku, aku membanting pintu dan itu dilihatnya. Wajar saja kalau akhirnya Dila meniru perbuatanku itu. Penuh rasa sesal saat itu, aku berjanji untuk tidak melakukan hal itu kembali. Kuberikan penjelasan pada Dila bahwa aku salah dan hal itu tak boleh ia lakukan. Entah ia mengerti atau tidak.

Hari itu Dila bangun agak siang karena kebetulan hari Minggu, pakaiannya basah kena ompol. Padahal ia tak biasanya begitu. Segera saja kusuruhnya mandi. Tapi Dila menolak, dengan alasan mau minum susu. “Boleh, tapi setelah minum susu , kakak segera mandi ya karena baju kakak basah kena ompol” Dila menyetujui perjanjian itu. Tapi belum lagi lima menit setelah habis susu segelas, ia berhambur keluar karena didengarnya teman-temannya sedang main. Mandipun urung dikerjakan. Aku masih mentolelir. Tapi tak lama berselang “Kak Dila. mandi dulu,” aku setengah berteriak memanggilnya karena ia sudah berada diantara kerumunan anak yang sedang main lompat tali. “Sebentar lagi Bu. Kakak mau lihat Nisa dulu,” begitu jawabnya.
Aku masih belum bereaksi. Kutinggal ia sebentar karena Helmi merengek minta susu. Setelah membuatkan susu untuknya, aku keluar rumah lagi. Kali ini menghampiri Dila. “Waktumu sudah habis, sekarang kamu mandi”, bisikku pelan ditelinganya. Dila bereaksi menamparku keras, “Nanti dulu!” aku tersentak, mendadak emosiku membludak. Aku balas menampar Dila hingga meninggalkan bekas merah di pipi kanannya. Tanpa berkata-kata lagi, kuseret tangannya sekuat tenaga. Dila terus meronta. Kakiku digigitnya. Aku dengan balas mencubit. Layaknya sebuah pertarungan besar kami saling memukul dan meninggikan suara.

Setibanya dikamar mandi Dila kuguyur berulang-ulang, kugosok badanya dengan keras, kuberi sabun dan kuguyur lagi hingga ia tampak gelagapan. Aku benar-benar kalap. Selang beberapa menit kemudian, kukurung Dila dikamar mandi dalam keadaan masih tidak berpakaian. Ia menggedor-gedor pintu minta dibukakan. Berulang kali ia memaki dan mengatakan akan mengadukan kepada ayah.

Tak berapa lama kemudian suara Dila melemah, hanya terdengar isak tangisnya. Aku membukakan pintu dengan mengomel. “Makanya, kalau disuruh mandi jangan menolak, Ibu
sampe capek, dari tadi kamu menolak mandi terus. Awas ya kalau seperti ini lagi. Ibu akan kunci kamu lebih lama lagi. Paham!”, entah ia mengerti atau tidak. Dila hanya menangis
meski tidak lagi meraung.

Setelah rapih berpakaian, menyisir rambut dan makan. Dila seolah melupakan kejadian itu. Iapun asyik kembali main dengan teman-temannya. Peristiwa itu tidak hanya satu dua
kali terjadi. Tidak hanya pada saya ibunya tapi juga pada ayahnya. Tapi, cara suamiku memperlakukan Dila sangat berbeda. Barangkali memang dasarnya aku yang tidak sabar
menghadapi anak rewel. Tiap kali itu terjadi, cara itulah yang aku lakukan untuk mengatasinya. Bahkan mungkin ada yang lebih keras lagi dari itu.

Tapi apa yang dilakukan Dila pada saya, Subhanallah, Dila tak pernah menceritakan perlakuanku terhadapnya kepada siapapun. Seolah ia pendam sendiri dan tak ingin diketahui
orang lain. Akupun tak pernah menceritakan kepada suami, khawatir kalau ia marah.
Padahal Dila itu anak kandungku, anak yang keluar dari rahimku sendiri. Aku kadang membencinya, tidak memperlakukan dia layaknya aku memperlakukan Helmi adiknya. Dila anak yang cerdas. Selalu ceria, gemar menghibur teman-temannya dengan membacakan mereka buku yang tersedia dirumah. Bahkan teman-temannya merasa kehilangan ketika Dila menginap di rumah neneknya diluar kota, yang cuma dua malam.

Belaian lembut tangan suamiku menyadarkan aku. Kulepas pelukanku perlahan. Tak sadar air mata menyelinap keluar membasahi pipi. “Sudahlah, malam semakin larut. Ayo kita tidur,” ajaknya lembut. Aku berusaha menenangkan gemuruh dibatinku. Astaghfirullah, aku beristighfar berulang kali. “Aku mau tidur dekat Dila ya?” pintaku. Lagi-lagi kearifan suamiku
membuatku semakin merasa bersalah. Kuhampiri Dila yang tampak pulas memeluk guling
kesayangannya. Siswi kelas tiga SD itu begitu baik hati. Aku malu menjadi ibunya yang kerap memukul, berkata-kata dengan suara keras dan…oh Dila maafkan Ibu.

Disisi Dila bidadari kecilku, aku bersujud di tengah malam. ” Ya Allah, melalui Dila, Engkau didik hambamu ini untuk menjadi ibu yang baik. Aku bermohon ampunan kepada-Mu atas apa yang telah kulakukan pada keluargaku, pada Dila. Beri hamba kesempatan memperbaiki kesalahan dan ingatkan hamba untuk tidak mengulanginya lagi. Dila, maafkan Ibu nak, kamu banyak memberi pelajaran buat Ibu.”

Sebuah renungan untuk para ibu (termasuk saya didalamnya). Semoga kita semakin menyayangi anak-anak dan memperlakukan mereka dengan baik. Sebagaimana diingatkan
dalam sebuah hadits Nabi SAW agar manusia menyayangi anak-anaknya. Ketika Aqra’ bin Habis At Tamimi mengatakan bahwa ia memiliki sepuluh anak tapi tak pernah mencium salah
seorang diantara mereka, Rasululloh SAW bersabda “barangsiapa yang tidak menyayangi maka dia tidak disayangi” (HR. Bukhari dan Tirmizi)

Monday, June 20, 2011

Suraha Al Burooj Ahmad Saud

Hadith Arba'in An Nawawi (6)

Hadits 6: Dalil Haram dan Halal Telah Jelas

HADITS KEENAM

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

[رواه البخاري ومسلم]

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “.

(Riwayat Bukhori dan Muslim)

Catatan :

· Hadits ini merupakan salah satu landasan pokok dalam syari’at. Abu Daud berkata : Islam itu berputar dalam empat hadits, kemudian dia menyebutkan hadits ini salah satunya.

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :

1. Termasuk sikap wara’ adalah meninggalkan syubhat .

2. Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.

3. Menjauhkan perbuatan dosa kecil karena hal tersebut dapat menyeret seseorang kepada perbuatan dosa besar.

4. Memberikan perhatian terhadap masalah hati, karena padanya terdapat kebaikan fisik.

5. Baiknya amal perbuatan anggota badan merupakan pertanda baiknya hati.

6. Pertanda ketakwaan seseorang jika dia meninggalkan perkara-perkara yang diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan.

7. Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan haram serta haramnya sarana dan cara ke arah sana.

8. Hati-hati dalam masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk.

Sunday, June 19, 2011

Miskin Tetapi Kaya

03 Juni 2011 | Dibaca : 1370 kali | 0 Komentar | Kategori:

Imam Asy-Syafi'i rahimahullah berkata, "Jika engkau memiliki hati yang selalu qana'ah maka sesungguhnya engkau sama seperti raja dunia."

Sekitar tujuh tahun yang lalu, saya berkunjung ke kamar seorang teman saya di Universitas Madinah, yang berasal dari negara Libia, dan kamar tersebut dihuni oleh tiga mahasiswa yang saling dibatasi dengan sitar (kain), sehingga membagi kamar tersebut menjadi tiga petak ruangan kecil berukuran sekitar dua kali tiga meter. Ternyata ... ia sekamar dengan seorang mahasiswa yang berasal dari negeri Cina, yang bernama Ahmad. Beberapa kali, aku dapati ternyata Ahmad sering dikunjungi teman-temannya para mahasiswa yang lain yang juga berasal dari Cina. Rupanya, mereka sering makan bersama di kamar Ahmad, sementara Ahmad tetap setia memasakkan makanan buat mereka. Aku pun tertarik melihat sikap Ahmad yang penuh kerendahan hati dalam melayani teman-temannya dengan wajah yang penuh senyum semerbak.

Ahmad adalah seorang mahasiswa yang telah berkeluarga dan telah dianugerahi seorang anak. Akan tetapi, jauhnya ia dari istri dan anaknya tidaklah menjadikan ia selalu dipenuhi kesedihan. Hal ini berbeda dengan kondisi sebagian mahasiswa yang selalu bersedih hati karena memikirkan anak dan istrinya yang jauh ia tinggalkan.

Suatu saat, aku pun menginap di kamar temanku tersebut. Aku dapati, ternyata Ahmad bangun sebelum shalat subuh dan melaksanakan shalat witir. Entah berapa rakaat ia shalat. Tatkala ia hendak berangkat ke masjid, aku pun menghampirinya dan bertanya kepadanya, “Wahai Akhi Ahmad, aku lihat engkau senantiasa ceria dan tersenyum. Ada apakah gerangan?” Maka, Ahmad pun dengan serta-merta berkata dengan polos, “Wahai Akhi, sesungguhnya, Imam Asy-Syafi’i pernah berkata, bahwa jika hatimu penuh dengan rasa qana'ah maka sesungguhnya engkau dan seorang raja di dunia ini sama saja.”

Aku pun tercengang .... Sungguh perkataan yang indah dari Imam Asy-Syafi. Rupanya, inilah rahasia sehingga Ahmad senantiasa tersenyum.

Para pembaca yang budiman, qana'ah--dalam bahasa kita--adalah “nerimo” dengan apa yang ada. Yaitu, sifat menerima semua keputusan Allah. Jika kita senantiasa merasa nerimo dengan apa yang Allah tentukan buat kita, bahkan kita senantiasa merasa cukup, maka sesungguhnya apa bedanya kita dengan raja dunia? Kepuasan yang diperoleh sang raja dengan banyaknya harta juga kita peroleh dengan harta yang sedikit tetapi dengan hati yang qana'ah.

Bahkan, bagitu banyak raja yang kaya raya ternyata tidak menemukan kepuasan dengan harta yang berlimpah ruah. Oleh karenanya, sebenarnya, kita katakan, “Jika Anda memiliki hati yang senantiasa qana'ah maka sesungguhnya Anda lebih baik dari seorang raja di dunia.”

Kata "qana'ah" merupakan perkataan yang ringan di lisan akan tetapi mengandung makna yang begitu dalam. Sungguh, tatkala Imam Asy-Syafi’i mengucapkan bait syair di atas, itu sungguh-sungguh dibangun di atas ilmu yang kokoh dan dalam.

Seseorang yang qanaah dan senantiasa menerima dengan semua keputusan Allah menunjukkan bahwa ia benar-benar mengimani takdir Allah, yang merupakan salah satu dari enam rukun iman.

Ibnu Baththal berkata, “Dan kaya-jiwa (qana’ah) merupakan pintu keridhaan atas keputusan Allah dan menerima (pasrah) terhadap ketetapan-Nya. Ia mengetahui bahwasanya sesuatu yang ada di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang baik, dan ketetapan Allah lebih baik bagi wali-wali Allah yang baik.” (Syarh Shahih Al-Bukhari)

Orang yang qana'ah benar-benar telah mengumpulkan banyak amalan-amalan hati yang sangat tinggi nilainya. Ia senantiasa berhusnuzhzhan kepada Allah, bahwasanya apa yang Allah tetapkan baginya, itulah yang terbaik baginya. Ia bertawakal kepada Allah dengan menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Sedikitnya harta di tangannya tetap menjadikannya bertawakal kepada Allah. Ia lebih percaya dengan janji Allah daripada kemolekan dunia yang menyala di hadapan matanya.

Al-Hasan Al-Bashri pernah berkata, “Sesungguhnya, di antara kelemahan imanmu, engkau lebih percaya kepada harta yang ada di tanganmu daripada perbendaharaan yang ada di sisi Allah.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2:147)

Orang yang qana'ah tidak terperdaya dengan harta dunia yang mengilau dan ia tidak hasad kepada orang-orang yang telah diberikan harta yang berlimpah oleh Allah. Ia qana'ah ... ia menerima semua keputusan dan ketetapan Allah. Bagaimana orang yang sifatnya seperti ini tidak akan bahagia?

Allah berfirman (yang artinya), "Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari amalan yang telah mereka kerjakan." (Q.S. An-Nahl:97)

Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu dan Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, "'Kehidupan yang baik' adalah 'qana'ah'." (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam Tafsir-nya, 17:290)

Renungkanlah bagaimana kehidupan orang yang paling bahagia, yaitu Nabi kita shallallahu ‘alahi wa sallam, sebagaimana dituturkan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha, "Aisyah berkata kepada ‘Urwah, 'Wahai putra saudariku, sungguh kita dahulu melihat hilal, kemudian kita melihat hilal (berikutnya) hingga tiga hilal selama dua bulan. Akan tetapi, api tidak dinyalakan sama sekali di rumah-rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.' Kemudian, aku (Urwah) berkata, 'Wahai bibiku, apakah makanan kalian?' Aisyah berkata, 'Kurma dan air. Hanya saja, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki tetangga dari kalangan kaum Anshar. Mereka memiliki unta-unta (atau kambing-kambing) betina yang mereka pinjamkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diperah susunya, maka Rasulullah pun memberi susu kepada kami dari unta-unta tersebut.'" (H.R. Al-Bukhari, no. 2567 dan Muslim no. 2972)

Dua bulan berlalu di rumah Rasulullah akan tetapi tidak ada yang bisa dimasak sama sekali di rumah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Makanan beliau hanyalah kurma dan air.

Rumah beliau sangatlah sempit, sekitar 3,5 kali 5 meter, dan sangat sederhana. Atha’ Al-Khurasani rahimahullah berkata, "Aku melihat rumah-rumah istri-istri Nabi terbuat dari pelepah kurma dan di pintu-pintunya terdapat tenunan serabut-serabut hitam. Aku menghadiri tulisan (keputusan) Al-Walid bin Abdil Malik (khalifah tatkala itu) dibaca, yang memerintahkan agar rumah istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimasukan dalam areal Masjid Rasululullah. Maka, aku tidak pernah melihat orang-orang menangis sebagaimana tangisan mereka tatkala itu (karena rumah-rumah tersebut akan dipugar dan dimasukan dalam areal masjid, pen.). Aku mendengar Sa’id bin Al-Musayyib berkata pada hari itu, 'Sungguh, demi Allah, aku sangat berharap mereka membiarkan rumah-rumah Rasulullah sebagaimana kondisinya, agar jika muncul generasi baru dari penduduk Madinah dan jika datang orang-orang dari jauh ke kota Madinah, mereka akan melihat kehidupan Rasulullah. Hal ini akan menjadikan orang-orang mengurangi sikap saling berlomba-lomba dalam mengumpulkan harta dan sikap saling berbangga-banggaan.'" (Ath-Thabaqat Al-Kubra li Ibni Sa’ad, 1:499)

Orang-orang mungkin mencibirkan mulut tatkala memandang seorang yang qana'ah yang berpenampilan seperti orang miskin, karena memang ia adalah seorang yang "miskin harta". Akan tetapi, sungguh, kebahagiaan telah memenuhi hatinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan dengan banyaknya harta benda, namun kekayaan yang hakiki adalah kaya jiwa (hati).” (H.R. Al-Bukhari, no. 6446 dan Muslim, no. 1050)

Ibnu Baththal rahimahullah berkata, “Karena banyak orang yang dilapangkan hartanya oleh Allah, ternyata jiwanya miskin. Ia tidak nerimo dengan karunia yang Allah berikan kepadanya, sehingga ia senantiasa berusaha untuk mencari tambahan harta. Ia tidak peduli asal harta tersebut. Dengan demikian, seakan-akan, ia adalah orang yang kekurangan harta karena semangatnya dan tamaknya untuk mengumpulkan harta. Sesungguhnya, hakikat kekayaan adalah kayanya jiwa, yaitu jiwa seseorang yang merasa cukup (nerimo) dengan harta yang sedikit dan tidak bersemangat untuk menambah-nambah hartanya serta tidak membangkitkan nafsu dalam mencari harta. Karenanya, seakan-akan, ia adalah seorang yang kaya dan selalu mendapatkan harta.” (Syarh Ibnu Baththal terhadap Shahih Al-Bukhari)

Abu Dzar radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepadanya, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang banyaknya harta merupakan kekayaan?” Aku (Abu Dzar) berkata, “Iya, Rasulullah.” Rasulullah berkata, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta merupakan kemiskinan?” Aku (Abu Dzar) berkata, “Benar, Rasulullah.” Rasulullah pun berkata, “Sesungguhnya, kekayaan (yang hakiki, pen.) adalah kayanya hati, dan kemisikinan (yang hakiki, pen.) adalah miskinnya hati.” (H.R. Ibnu Hibban; dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 827)

Dengan demikian, meskipun orang yang qana'ah itu miskin, namun pada hakikatnya, sesungguhnya dialah orang yang kaya.

Madinah, 10-04-1432 H/15-03-2011 M,
Ustadz Firanda Andirja, Lc, M.A.

Artikel www.firanda.com