Wednesday, December 14, 2011


Assalamu’ alaikum Wr Wb,
Yth. Kaum Muslimin dan Muslimat yang dirahmati dan diberkahi Allah SWT dimanapun itu berada dimuka bumi ini,

Alhamdulilah wa syukuri-LLah,dengan karunia dan kasih sayang Allah SWT, kembali dengan izin dan ridho-Nya dapat dituliskan serial ke-35, dalam kajian Islam versus Sekularisme. 

Kali ini kajian akan mulai membahas dalam serial berlanjut tentang bahaya dan ancaman sekularisme di Indonesia. Hal ini menjadi sangat krusial, karena sejatinya jika diamati secara menyeluruh dan radikal bahwa suburnya cara pandang yang mendewakan, memuja dan menjalankan paham materialisme, hedonisme, kapitalisme, individualisme, pragmatisme, empirisme dan rasionalisme, adalah akibat lanjutan dari semakin kuat, subur dan dalamnya pandangan hidup (worldview) sekular, gaya hidup sekular masuk mewarnai, dan mempengaruhi pandangan hidup dan gaya hidup umat Islam. Fakta yang menonjol adalah bahwa ketika agama dikerdilkan, dan ketika keberagamaan dimarginalkan hasrat menjadi kaya raya menjadi tujuan utamanya. Cinta harta, cinta duniawi (hubud dunya)  merasuki dalam rongga-rongga pikiran para pemeluk agama. Begitulah worldview pemeluk agama dikuasai worldview sekuler. Akibatnya mind-set mereka berubah. Agar menjadi kaya dan hidup enak di dunia orang harus meninggalkan moral dan akhlaq ajaran agama, menghahal kan segala cara yang penting tujuan tercapai. Yang tetap bertahan pada keimanan agamanya dianggap bodoh dan tidak cerdas. Slogan hidupnya mulai berubah, dengan beranggapan bahwa “semakin bodoh seseorang  itu ia semakin religius dan semakin cerdas seseorang orang itu ia semakin sekuler dan bahkan atheist”. Maka janganlah kaget, wujud nyata yang menonjol adalah dengan suburnya pandangan hidup koruptor (woldview koruptor), gaya hidup KKN pada pribadi, masyarakat dan berbagai lembaga eksekutip, yudikatip dan legaslatip.

Perlu dicatat secara serius, sebuah pengalaman menarik yang bisa menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia terkait dengan bahaya dan ancaman paham sekulerisme. Dari berbagai kunjungannya ke negara-negara Barat,  DR. Hamid Fahmy Zarkasyi berkesimpulan bahwa sekulerisme di Barat mengalami kebingungan yang fundamental. Bagaimana tidak, ternyata menjadi sekuler tidak membuat orang jadi bijak bestari. Justru yang terjadi, negara-negara yang menerapkan sekulerisme semakin tidak toleran dengan agama.

“Dalam sebuah kesempatan public lecture yang bertema moderasi dan toleransi di Universitas Wienna, Austria, beliau pernah ditanya salah seorang peserta, mengapa di Indonesia orang bisa toleran tapi di sini dan negara Eropah tidak?  Beliau katakan, Barat itu terlalu sekuler dan bahkan terlalu kaku, sehingga tidak toleran dengan agama.”

Pembina InPAS dan Direktur INSISTS ini mengingatkan bahwa sekuler bukanlah pilihan cerdas dan solusi segala masalah. Menyingkirkan agama dari publik justru menambah masalah. Di Perancis, Jerman, Swiss dan beberapa negara Eropah yang anti agama, pemerintahannya mulai mengurusi agama. Di Inggris, pemerintahnya terpaksa membolehkan Muslim buka Mahkamah Syari’ah. Bahkan kini di America malah muncul ide de-privatization of religion, menjadikan agama bukan urusan privat lagi.

Dan hal yang paling membuktikan bahwa negara-negara Barat semakin tidak puas dengan jalan sekulerisme adalah koreksi Harvey Cox terhadap ide sekulerisasi agama-agama. Harvey Cox yang dikenal sebagai Bapak Sekulerisme kemudian menulis makalah berjudulReconsidering Secularism untuk merevisi bukunya sendiri The Secular City: Secularization and Urbanization in Theological Perspective, yang pada beberapa masa menjadi pedoman dan panduan sekularisasi bagi kelompok cendekiawan Sekularis dan Liberalis di Indonesia. Hal inilah, sejatinya yang menyebabkan beberapa negara di Barat bingung. Apakah Indonesia akan meniru?
 
Sungguh sangat disayangkan sekali, kelompok cendekiawan sekularis dan liberalis ini sejatinya tidak sampai dapat merasakan, melakukan dan menghayati  pada kesimpulan bahwa orang yang percaya pada Tuhan cenderung lebih tenang,  bahagia dan tidak gelisah menghadapi hidup yang serba tidak pasti. (Lihat International Herald Tribune, 19 Oktober 2011, hal.8). Tentu dibanding orang yang tidak percaya Tuhan. Bukankah, Jika demikian maka benarlah sabda Nabi “orang cerdas (al-kaysu) adalah orang yang bekerja di dunia untuk tujuan akherat”.
Karenanya, simaklah dan perhatikanlah dengan teliti pemahaman dan pemikiran yang berkembang dewasa ini pada anak-anak kita, saudara/i kita, sahabat-sahabat kita, generasi muda Islam dan pada umat Islam kaum Muslimin dan Muslimat pada umumnya, pada internal umat Islam apakah sudah terkontaminasi atau teracuni dengan gaya hidup sekular, pemikiran serta perbuatan mereka ?


Olehkarenanya untuk memberikan pencerahan, inspirasi dan masukan yang bermanfaat, serial ke-35 Islam Versus Sekularisme kali ini diberi judul "Melacak Jejak Sekularisme" (File winwords-nya dapat dilihat pada lampiran email ini) .

Selamat membaca, semoga sungguh-sungguh dapat bermanfaat bagi kaum Muslimin dan Muslimat dalam rangka ikut mencerahkan pemahaman dan pemikiran Islam yang cemerlang untuk membangun peradaban Islam di-Indonesia berlandaskan pandangan hidup (worldview) dan epistemology tauhidi berasaskan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah saw,
 Amin 3X, Ya Rabbal Alamin.

Wassalamu' alaikum wr wb,Hamba Allah yang dhoif dan fakir.

No comments:

Post a Comment