Wednesday, June 8, 2011

Tiga Kebutuhan Diri Cerminan Doa Di Pagi


Penulis: Al Ustadz Muhammad Rifa’i

Sesungguhnya termasuk dari doa yang agung yang bermanfaat yang senantiasa dijaga dan dibaca Nabi -Shalallaahu’alaihi Wasallama- disetiap pagi adalah doa yang disebutkan di dalam Musnad Al Imam Ahmad dan Sunan Ibnu Majah dari Ummu Salamah –Radhiyallahu’anha- : bahwasannya Nabi -Shalallaahu’alaihi Wasallama- apabila seusai sholat subuh biasa membaca :

أَللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَ رِزْقًا طَيِّبًا وَ عَمَلاً مُتَقًبَّلاً

“Ya Allah sesungguhnya saya memohon kepada-Mu Ilmu yang bermanfaat dan rizki yang baik dan amalan yang (Engkau) terima” (Dishahihkan As Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibni Majah No. 753)

Barang siapa yang memperhatikan doa yang agung ini maka ia akan mendapati bahwa menjadikannya sebagai bacaan atau doa diwaktu pagi setelah sholat subuh adalah sangatlah sesuai sekali dengan waktunya. Karena subuh adalah permulaan hari dan pembuka tiap hari. Sementara seorang muslim tidak memiliki keinginan dalam satu harinya kecuali memperoleh target yang sangat bernilai dan tujuan yang konkrit yang ternyata disebutkan dalam hadits ini. Yaitu berupa :

ILMU yang MANFAAT, RIZKI yang BAIK, AMAL yang DITERIMA.

Seakan ia membuka lembaran harinya dengan menyebutkan tiga perkara ini, lain daripada itu tidak, iapun menentukan target dan tujuan perolehan dalam seharinya. Tak diragukan lagi bahwa hal ini tentu lebih memadukan hati seseorang dan lebih memantapkan langkah perjalanannya. Berbeda dengan orang yang pagi harinya tidak menentukan target dan tujuan yang dia bertekad mendapatkannya dalam seharinya.

Kita mendapati orang yang perhatian dengan tarbiyyah dan adab mereka biasa menentukan target dan tujuan dalam setiap aktifitas yang akan dijalaninya, pada setiap jalan yang hendak ia lalui agar lebih memotivasi dirinya untuk teralisirnya target tersebut, lebih terselamatkan dari penyimpangan dan penggeseran disebabkan berbelok dari target dan tujuan, dan lebih memantapkan bagi dirinya dalam langkah perjalanannya dan aktivitas amalnya.

Dan tidak diragukan bahwa orang yang menjalaninya dengan tertatanya target yang ditetapkan dan tujuan yang ditentukan maka lebih ssempurna dan lebih mantap dan lebih selamat dari pada orang yang berjalan tanpa menentukan target dan menetapkan tujuan yang hendak digapainya.

Maka seorang muslim, dirinya mengetahui bahwa dia tidak akan bisa mendapatkan secara keseluruhannya dan kesemuanya dalam waktu satu hari. Akan tetapi bagi dirinya ada dalam seharinya prioritas target dan keinginan kuat untuk memperolehnya yaitu tiga target utama diatas (ILMU, RIZKI, AMAL) dan berusaha untuk mendapatkannya secara sempurna dan berusaha memperolehnya dengan metode dan langkah yang tepat dan cepat.

Untuk ini betapa bagusnya kalau kemudian dia buka lembaran harinya dengan menyebut tiga perkara itu dalam bacaan doanya yang berarti ia telah membatasi target dan menentukan tujuan dalam setiap harinya.

Tidaklah seorang muslim yang membaca doa ini dalam membuka lembaran hariannya sebatas menentukan target semata kemudian mengandalkan usaha dirinya, namun sekaligus ia sertai sikap tadzarru’ merendahkan diri kepada Rabb-nya, menyandarkan diri kepada Penguasa dan Penolong-nya agar dirinya diberi anugerah dalam memperoleh tujuan yang besar dan target yang berharga tersebut karena dirinya sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa tiada daya dan kekuatan serta kemampuan yang ia miliki untuk memperoleh manfaat dan menolak madharat kecuali dengan idzin Rabbnya. Maka kepada Allah-lah ia bersandar diri, kepada-Nya memohon pertolongan dan kepada-Nya ia bergantung dan berserah diri.

Maka pada doanya yang ia panjatkan disetiap pagi hari :

أَللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَ رِزْقًا طَيِّبًا وَ عَمَلاً مُتَقًبَّلاً

“Ya Allah sesungguhnya saya memohon kepada-Mu Ilmu yang bermanfaat dan rizki yang baik dan amalan yang (Engkau) terima”

Adalah permohonan dirinya terhadap pertolongan Allah diwaktu paginya awal dan pembuka harinya agar Allah berikan kemudahan atas segala kesulitan, Allah ringankan atas segenap yang memberatkan, agar Allah tolong dalam mewujudkan tujuannya dan targetnya yang diberkahi nan terpuji. Karena itu semua tak akan terwujud kecuali dengan pertolongan-Nya.

Perhatikannlah, bagaimana Nabi -Shalallaahu’alaihi Wasallama- memulai doa ini dengan meminta kepada Allah berupa ilmu yang bermanfaat sebelum beliau meminta rezki yang baik dan amalan yang dirterima. Hal ini terdapat isyarat bahwa ilmu yang bermanfaat adalah diprioritaskan dan didahulukan. Dengan ilmulah dimulai. sebagaimana firman Allah Ta’ala :

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ (19)

(artinya) “Maka berILMUlah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan yang haq) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.”(QS. Muhammad : 19)

Maka dimulai dengan ilmu sebelum perkataan dan perbuatan. Dimulainya dengan ilmu itu terdapat hikmat yang nampak sekali yang tidak tersembunyi bagi yang mau memperhatikan. Yaitu dengan ilmu yang bermanfaat seseorang akan mampu membedakan antara amal yag sholih dengan amal yang tidak sholih, antara rezki yang baik dengan yang tidak baik.

Barang siapa yang tidak diatas ilmu maka penilaiaannya pada suatu perkara akan tercampur atau bahkan terbalik. Sehingga ia melakukan satu amalan yang dia sangka amalan yang shalih yang bermanfaat, padahal sebenarnya adalah sebaliknya. Allah Ta’ala berfirman :

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا (104)

(artinya) “Katakanlah: “Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang Telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”(Al Kahfi : 103 – 104)

Karena tidak berilmu maka bisa saja bahkan sering kalinya dia mengira suatu rezki dan harta itu baik dan bermanfaat padahal kalau ia berilmu maka ia akan tahu yang sebenarnya bahwa ternyata rezeki itu adalah khobitsun dhorrun alias jelek dan berbahaya. -Na’udzubillah- Demikianlah akibat kejahilan atau ketidaktahuan, bisa memutar dan membalik hakekat sesuatu. Yang salah ia kata benar, yang keliru ia kira betul, yang haram ia sangka halal, yang lurus ia kata bengkok sebaliknya yang bengkok dia kata lurus. Duhai semua bisa jadi rusak hancur binasa. (ed.)

Maka tidak ada jalan bagi manusia untuk dapat membedakan antara yang bermanfaat dan yang merugikan, antara yang baik dan yang buruk kecuali meski dengan Al ilmu An nafi’ (ilmu yang bermanfaat ). Untuk itu maka banyak terdapat nash-nash Al Qur’an dan Al Hadits dan tersebar dalil-dalilnya tentang anjuran dan dorongan bahkan perintah untuk Tholabul Ilmi (menuntut ilmu). Adanya spirit untuk memperoleh ilmu dan adanya pula keterangan tentang keutamaan orang yang menempuh upaya ‘ntuk mendapat ilmu.

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ (9)

(artinya) “Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” ( QS. Az Zumar : 9 )

Pada lafadz doa beliau -Shalallaahu’alaihi Wasallam- : عِلْمًا نَافِعًا yaitu meminta “ilmu yang bermanfaat “. ini menunjukkan bahwa ilmu itu ada dua macam :

  1. Ilmu yang BERMANFAAT
  2. Ilmu yang TIDAK BERMANFAAT

Perhatikanlah nasehat Beliau -Shalallaahu’alaihi Wasallam- :

سَلُوا اللهَ عِلْمًا نَافِعًا وَ تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ (حسن . انظر حديث رقم: 3635 في صحيح الجامع.)

“Mintalah kalian kepada Allah berupa ilmu yang bermanfaat dan mohonlah perlindungan kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat) (Hadits Hasan. Lihat hadits no. 3635 di Shahih Al Jami’)

Adapun Ilmu yang BERMANFAAT yang paling besar adalah ilmu yang diperoleh seorang muslim yang bisa mengantarkan kepada kedekatan dengan Rabb-nya dan mengetahui agamanya dan mengetahui Al Haq / kebenaran yang meski ia tempuh. sehingga ilmu yang bermanfaat akan berbuah amal yang shalih.

Perhatikanlah dalam hal ini firman Allah Ta’ala :

قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ (15) يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (16)

(Artinya) “Sesungguhnya Telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan Kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” ( QS. Al Maidah : 15 – 16 )

Maka hendaknya yang ada pada setiap muslim dalam kesehariannya adalah sikap perhatian terhadap Al Qur’an Al Karim dengan mengkaji dan mempelajarinya dan juga menaruh perhatian secara extra terhadap Sunnah Nabi -Shalallaahu’alaihi Wasallama- yang menerangkan Al-Qur’an dan menjelaskan kandungan isi dan maksudnya serta arah pendalilannya. Yang itu semua telah diterima oleh para Shahabatnya kemudian mereka ilmui dan amalkan dengan sempurna sehingga mendapat predikat “Radhiyallaahu ‘anhum wa radhuu’ahu”.

Ikutilah jejak keberhasilan mereka maka itulah kunci keberhasilan anda karena mengikuti orang yang berhasil adalah keberhasilan. (ed) (inilah yang nyata-nyata bermanfaat).

Berkata Al Hafidz Ibnu Rajab Al Hambali mendefinisikan ilmu yang bermanfaat yaitu : ilmu yang sesuai dengan nash-nash Al Qur’an dan As Sunnah disertai pemahaman makna-maknanya dan patokannya dalam hal itu adalah yang datang dari para Shahabat dan Tabi’in dan yang mengikuti mereka dalam memberikan makna-makna Al Qur’an dan Al Hadits dan apa yang datang dari mereka berupa pendapat dalam masalah halal dan haram, zuhud, kelembutan jiwa, dan ma’rifat dan lain sebagainya…. ( Bayan Fadhli Ilmi As Salaf ‘ala ilmi al Khalaf hal. 71 tahqiq Muhammad Bin Nashir Al’Ajmi)

Adapun selain Al Qur’an dan As sunnah serta ilmu dan amal para Shahabat adalah kerugian yang amat nyata dan bukanlah suatu yang bermanfaat adanya dan akibatnya. Maka pandailah anda mencari dan menapaki, jangan anda termasuk orang yang menyesal dan merugi.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Sungguh aku telah tinggalkan kepada kalian, yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya kalian tidak akan tersesat, yaitu kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnahku” . (Mustadrak Al Hakim :1/95)

Dari Al-Irbadh bin Sariyyah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya) : “Berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafa`ur Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku……” (HR. Tirmidzi 5/44 (2676): hadits HASAN SHAHIH, dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim, disepakati oleh Imam Dzahabi)

Hudzaifah bin Al Yaman radliyallahu ‘anhu berkata :

“Hai para Qari’ (pembaca Al Quran) bertaqwalah kepada Allah dan telusurilah jalan orang-orang sebelum kamu (yaitu para Shahabat) sebab demi Allah seandainya kamu melampaui mereka sungguh kamu melampaui sangat jauh dan jika kamu menyimpang ke kanan dan ke kiri maka sungguh kamu telah tersesat sejauh-jauhnya.” (Al Lalikai 1/90 nomor 119, Ibnu Wudldlah dalam Al Bida’ wan Nahyu ‘anha 17, As Sunnah Ibnu Nashr 30)

Berkata Al Imam Ibnu Qoyyim :

العلم قال الله قال رسوله قال الصحابة هم أولو العرفان
ما العلم نصيبك للخلاف سفاهة بين النصوص و بين رأي فلان

Ilmu itu adalah firman Allah dan sabda Rasul-Nya

(serta) Perkataan Shahabat yang mereka adalah orang-orang yang mengerti

Bukanlah bagian ilmu untukmu, sikap orang bodoh yang mempertentangkan antara nash-nash (Al Qur’an & As Sunnah) dengan pendapat akal si Fulani
(Al Qashidah An Nuuniyyah : Al Imam Syamsuddin Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah)

Sekali lagi dan bahkan berulang kali :

“Mintalah anda kepada Allah berupa ilmu yang bermanfaat dan mohonlah perlindungan kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Katakanlah : وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمً Katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu” (QS. Thaha : 114)

Tidak cukup sekali bahkan harus acap kali :

Selaraskan dirimu dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan jalan Para Shahabah maka anda akan menggapai An Najah (kesuksesan).

Hal itu tidak akan terwujud kecuali harus berilmu. Karena ilmu adalah mendahului sebelum anda berkata dan berbuat. Sehingga anda nantinya siap bertanggung jawab dihadapan Allah.

(artinya) “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Al Isra’ : 36)

Dengan berdasar QS. Muhammad : 19, Al Imam Al Bukhari membawakan dalam shahihnya bab :

العلم قبل القول و العمل

“Ilmu adalah sebelum berucap dan berbuat”

Maka Allah (dalam ayat 19 QS. Muhammad) memulai dengan (perintah untuk) berilmu. ( lihat Shahih Al Bukhari bersama Fathul Baari 1 hal 159)

Karena ilmu adalah modal dasar dan bekal start untuk bisa berkata yang baik dan beramal yang benar. Maka jika telah ada modal berupa ilmu selanjutnya adalah sarana untuk beramal itu apa ? dan tujuan finishnya kemana ?

Sarananya adalah rezki yang halal dan baik (halalan thoyyiba)
Dan tujuannya adalah amalnya diterima ( amalan mutaqabbala)

Pada lafadz doa beliau -Shalallaahu’alaihi Wasallam- : رِزْقًا طَيِّبًا yaitu meminta “Rezki yang baik “. ini menunjukkan bahwa rezki itu ada dua macam :

  1. Rezki yang BAIK (thoyyib)
  2. Rezki yang JELEK (khobits)

Sementara ketahuilah bahwa : Abu Hurairah berkata : telah bersabda Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam- :

إن الله طيب لا يقبل إلا طيبا

“Allah adalah baik dan tidak akan menerima kecuali yang baik.”

و إن الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين فقال : يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا

Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kaum mukminin dengan apa yang Allah perintahkan kepada para Rasul, maka Allah berfirman : (artinya)

“Hai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh.”(Al Mukminun : 51)

و قال : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ

Dan Allah berfirman : (artinya)

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu” (Al Baqarah : 172)

Kemudian Rasul menyebutkan bahwa ada seseorang dalam perjalanan safar yang panjang yang kusut rambutnya dan berdebu pakaiannya, ia pun menengadahkan tangannya kelangit sembari berdoa : wahai tuhanku..wahai tuhanku ! sementara makanannya dari yang haram, minumnya dari yang haram, bajunya dari yang haram, dan makan dari yang haram, maka bagaimana akan dikabulkan doanya! (HR. Muslim)

Sungguh Allah telah mengutus Rasul-Nya untuk menghalalkan yang baik-baik. Dan menyatakan haramnya segala yang jelek/buruk. Allah Ta’ala berfirman :

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (Al A’raf : 157)

Maka seorang muslim harus memberlakukan dalam setiap harinya untuk berusaha mencari rezki berupa harta yang baik yang halal, rezki yang selamat perolehannya dan bermanfaat pembelanjaannya. Hendaklah dirinya menjauhi sejauh-jauhnya dari harta yang jelek dan usaha-usaha yang haram.

Karena pertanggungjawabannya harta bakal ditanya nantinya :

وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ

“tentang hartanya dari mana perolehannya dan kemana menafkahkannya ( HR. At Tirmidzi 2341, dan berkata ini adalah hadits hasan shahih/ Shahih At Targhib : 126 )

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda :

أيها الناس اتقوا الله و أجملوا في الطلب فإن نفسا لن تموت حتى تستوفي رزقها و إن أبطأ عنها فاتقوا الله و أجملوا في الطلب خذوا ما حل و دعوا ما حرم .

“Wahai manusia bertaqwalah kalian kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari (rezki) karena seorang itu tidak akan mati sehingga telah lengkap jatah rezkinya dan jika rezki itu terasa olehnya lambat datangnya maka bertaqwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari, ambillah apa yang halal dan tinggalkanlah apa yang haram” (HR. Al Baihaqi dan dishahihkan oleh AS Syaikh Al Albani dalam shahihul Jami no. hadits 2742

Dalam riwayat yang lain :

لا يحملن أحدكم استبطاء الرزق أن يطلبه بمعصية الله فإن الله تعالى لا ينال ما عنده إلا بطاعته

“Janganlah anggapan lambat/tersendatnya rezki itu membawa seseorang dari kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiyat kepada Allah karena sesungguhnya Allah itu tidak bisa didapatkan apa yang ada disisi Nya kecuali dengan mentaati-Nya.”.

Kemudian pada lafadz doa beliau -Shalallaahu’alaihi Wasallam- : عَمَلاً مُتَقًبَّلاً yaitu meminta “amalan yang diterima “. dalam riwayat yang lain عَمَلاً صَالِحًا , ini menunjukkan bahwa amalpun ada dua macam :

  1. Amalan yang diterima (mutaqabbala)
  2. Amalan yang tertolak (marduuda)

Sebagaimana Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam bersabda :

مَن عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو ردٌّ

“Barang siapa yang mengamalkan satu amalan yang tidak berdasar perintah kami maka ia tertolak” (HR. Muslim)

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

“Barang siapa yang mengada adakan sesuatu perbuatan ( dalam agama ) yang sebelumnya tidak pernah ada, maka amalan itu tertolak”. (HR. Al Bukhari – Muslim)

Ini menunjukkan bahwa tidak semua amalan seseorang yang meniatkan bertaqarrub kepada Allah meski diterima, akan tetapi amal yang diterima adalah hanya amal yang shalih saja.

Dan Amal shalih yang diterima itu harus terpenuhi adanya dua syarat yaitu :

  1. Ikhlas hanya untuk Allah ( ini dari sisi bathinnya)
  2. Sesuai petunjuk dan sunnah Nabi shalallahu’alaihi wassallam ( ini dari sisi dhohirnya)

Allah Ta’ala berfirman :

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya.” (QS. Al Mulk : 2)

Berkata Al Fudhail Bin ‘Iyyadh tentang makna ayat tersebut : “yang paling baik amalnya” adalah “yang paling ikhlas dan yang paling benar (sesuai tuntunan) ” beliau ditanya “Wahai Abu Ali apa itu yang paling ikhlas dan yang benar” beliau menjawab : sesungguhnya amalan itu apabila ikhlas tapi tidak benar maka tidak akan diterima, dan sebaliknya apabila benar namun tidak ikhlas juga tidak diterima, sampai amalan tersebut dilakukan ikhlas dan benar, ikhlas yaitu hanya untuk Allah, benar yaitu sesuai dengan sunnah Nabi shalallahu’alaihi wassallam”

Wallaahu a’lam

Maka doa :

أَللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَ رِزْقًا طَيِّبًا وَ عَمَلاً مُتَقًبَّلاً

“Ya Allah sesungguhnya saya memohon kepada-Mu Ilmu yang bermanfaat dan rezki yang baik dan amalan yang (Engkau) terima” (Dishahihkan As Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibni Majah No. 753)

Ini adalah merupakan doa yang sangat besar manfaat dan faedahnya. Bagus sekali kalau seorang muslim membacanya disetiap paginya mencontoh Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam. Kemudian dia iringi doanya tersebut dengan ikhtiyar berusaha dengan beramal sehingga ada padanya doa dan menjalani asbab untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan yang agung ini dan keutamaan-keutamaan yang mulia.

Allah sematalah yang mampu memberi taufiq dan yang menolong dalam mendapat segala kebaikan.

Selamat berdoa dan beramal guna meraih ridho dan jannah-Nya. Amin. (selesai)

darussalaf.org

No comments:

Post a Comment